1. Mengingkari salah satu rukun Iman dan rukun Islam.
2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (al-Qur’an dan as-Sunnah).
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah al-Qur’an.
4. Mengingkari keaslian dan kebenaran al-Qur’an.
5. Menafsirkan al-Qur’an dengan tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Menghina, melecehkan, atau merendahkan nabi dan rosul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagai nabi dan rosul terakhir.
9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’at.
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat akhirnya mengeluarkan pedoman 10 kriteria untuk mengidentifikasi suatu ajaran termasuk aliran sesat. Kesepuluh kriteria itu termasuk kriteria yang menyimpang dari akidah, rukun Iman, dan rukun Islam. Ketua Panitia Pengarah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 2007, Yunahar Ilyas, mengatakan, “Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat apabila memenuhi salah satu dari 10 kriteria tersebut.”
Kesepuluh kriteria itu adalah mengingkari Rukun Iman dan Rukun Islam, meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai tuntunan dalil syar’i (al-Qur’an dan as-Sunnah), meyakini turunnya wahyu setelah al-Qur’an, mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Qur’an serta melakukan penafsiran al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
Selebihnya adalah mengingkari kedudukan hadits Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagai sumber ajaran Islam, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rosul, mengingkari Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagai nabi dan rosul terakhir, mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’ah, serta mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.
Sementara itu, Sekretaris Umum MUI, Ichwan Sam, menegaskan bahwa tidak setiap orang boleh menetapkan suatu aliran keagamaan tergolong sesat atau tidak. Butuh waktu dan pengkajian yang mendalam dalam menetapkan fatwa sesat. Harus pula diingat bahwa tidaklah semudah itu mengeluarkan fatwa. Menurut Ichwan, sebelum penetapan kesesatan suatu aliran atau kelompok, MUI terlebih dahulu melakukan penelitian tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok atau aliran tersebut melalui Komisi Pengkajian. Selanjutnya, Komisi Pengkajian mengkaji pendapat para imam mazhab dan para ulama/ahli berkaitan dengan pemikiran serta aktivitas kelompok atau aliran tersebut.
Setelah itu, Komisi Pengkajian akan meneliti dan melakukan pemanggilan terhadap pemimpin aliran atau kelompok dan saksi ahli atas berbagai data, informasi, dan bukti yang telah didapat. Hasilnya akan disampaikan kepada Dewan Pimpinan. Ichwan menuturkan, “Bila dipandang perlu, Dewan Pimpinan akan menugasi Komisi Fatwa untuk membahas dan mengeluarkan fatwa. Dalam batang tubuh fatwa mengenai aliran sesat juga terdapat poin yang menyatakan bahwa perkara tersebut akan diserahkan kepada aparat hukum yang berlaku dan menyerukan agar masyarakat tidak bertindak sendiri.”
Catatan Ummatie:
Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh MUI Pusat tersebut dapat dipahami bahwa aliran-aliran aneh seperti al-Qiyadah, al-Qur’an Suci, Hidup di balik Hidup, Lia Eden dan sebagainya termasuk aliran-aliran sesat. Demikian pula sekte-sekte yang telah muncul sejak dahulu (klasik) seperti Syi’ah, Ahmadiyah, Tijaniyah, Kebatinan (Bathiniyah), dan Bahaiyah. Termasuk yang tidak diragukan kesesatannya adalah JIL, Ingkar Sunnah, Isa Bugis, dan LDII.
Disatu sisi, munculnya aliran-aliran sesat ini sangat menyedihkan dan memprihatinkan umat. Tetapi disisi yang lain, ini adalah bukti kebenaran Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Sebab, beliau telah mengabarkan kita sejak 15 abad yang silam bahwa umatnya kelak akan berselisih dan berpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya berada di neraka kecuali satu golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah belah menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka kecuali satu kelompok. Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Siapa satu kelompok itu wahai Rosululloh?’, maka beliau menjawab: ‘Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku.” (HR. Tirmidzi, Hakim, dan Laika’i).
Sebab utama dari maraknya penyimpangan-penyimpangan tersebut sebenarnya berakar pada dua hal, yakni:
1. Tidak mengikuti metode sahabat dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Berpedoman kepada sumber-sumber lain selain al-Qur’an dan as-Sunnah dalam mengambil hukum-hukum Islam, seperti akal dan lain sebagainya.
Sedangkan kedua sebab tersebut didasari oleh hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan).
Sepercik hikmah:
“Dan janganlah kamu ikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’: 36)
khairunnisahafizhah.multiply.com/journal/item/39
0 komentar:
Posting Komentar