Iqra’ bismi Rabbi-ka
Perintah Pertama Kepada Nabi saw
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَق َ(1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَق ٍ(2)
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)
‘Iqra’
(bacalah) denqan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Iqra’ (bacalah), dan Tuhanmu
lah yang Paling Pemurah, sang Mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam. Dia Mengajarkan kepada manusia apa sang tidak diketahuinya. (Q.
Al ‘Alaq: 1-5)
Di
saat usia Rasulullah SAW. hampir mencapai empat puluh tahun, beliau
menyaksikan kondisi masyarakat kelilingnya disungkup oleh kejahiliyahan
dan kemusyrikan. Dalam kondisi seperti itu Rasulullah mengambil
keputusan untuk mencoba menjauh dari lingkungan yang tidak kondusif itu.
Beliau memilih suatu gua yang tidak terlalu besar, jaraknya tidak
terlalu jauh dari Makkah, yaitu gua Hira di Jahal Nur.
Pilihan
Rasulullah untuk mengasingkan diri ini termasuk satu latihan dan
ketetapan Allah atas diri beliau sebagai langkah persiapan untuk
menerima peran lebih besar Menjadi Rasul utusan Allah. Di gua Hira
inilah wahyu Allah SWT pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
yaitu firman Allah yang mengawali kitab suci Alquran, di awali dengan
perintah untuk membaca (iqra' = bacalah).
Fi’l amar atau kalimat perintah iqra (bacalah) di dalam firman Allah ini sama sekali tidak menjelaskan obyek (maf 'ul bih) nya.
Dalam
tinjauan ilmu Nahwu berarti bahwa perintah tersebut tidak ditujukan
pada obyek tertentu. akan tetapi memiliki makna yang bersifat umum.
Menurut ilmu balaghah kalimat perintah ini tidak bersifat mutlaq, tetapi mu qayyat (bersyarat), yakni bahwa perintah iqra (membaca) pada konteks ayat bukanlah membaca sesuatu yang bebas nilai.
Akan tetapi mempunyai nilai hakiki, bismirabbika, alladzi khalaq (dengan nama Tuhanmu, Yang Maha Menciptakan).
Inilah
yang membedakan antara membaca yang bernilai ibadah dengan membaca
dalam bentuk yang lain dan tidak memiliki nilai apapun kecuali
kesia-siaan.
Makna iqra’ ditafsirkan dengan bermacam ragam makna oleh para mufassirin (ulama tafsir).
Di antaranya, perintah iqra (bacalah) menghendaki perpindahan dari pasif menjadi aktif dan diam kepada bergerak. yaitu;
“Bacalah yang tertulis, sehingga pengetahuan dan keahlian bertambah.
Bacalah yang didiktekan, diajarkan oleh utusan Tuhan. Sampai kamu sendiri mengerti dan yang mendengar memahami.
Bacalah yang termaktub dalam rahasia alam yang beraneka warna, agar kamu jadi sadar dan mendapat sinar iman.”
Membaca
memiliki proses timbal balik antara individu secara total dengan
informasi yang dibaca. Seseorang yang membaca akan memperoleh
pengetahuan (ilmu).
Membaca Al-Qur’an berarti menimba ilmu dari Al Qur'an. Membaca alam berarti menggali pengetahuan dan alam.
Membaca tidak sekedar melihat atau mengeja bacaan tanpa mengetahui arti.
Disimpulkan makna perintah iqra’ (membaca) tersebut mengandung beberapa pengertian.
Pertama, bacalah ayat-ayat Allah sebagai kalamullah yang ada dalam Alquranul Karim (al Aayaat al Qauliyyah).
Kedua, bacalah ayat-ayat Allah yang tercipta dan terbentang di alam semesta (al Aayaat al Kauniyah).
Dalam Alquran terdapat ratusan ayat yang memerintahkan manusia agar melihat. memperhatikan. memikirkan. merenungkan.
Demi
terlaksananya perintah ini, maka Allah membekali manusia dengan
beberapa instrumen. yang menjadi alat bagi mereka untuk memperoleh
pengetahuan, di antaranya ;
Pancaindra
manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba
menempati posisi yang sangat penting bagi manusia dan sangat berguna
untuk menangkap pesan tentang benda-benda dan keadaan yang ada di
lingkungan sekelilingnya.
Akal,
yang berfungsi pada tataran rasionalitas. Akal memiliki kemampuan untuk
mengumpul data, menganalisa, mengolah dan membuat kesimpulan dari yang
telah tertangkap dan diinformasikan oleh pancaindra.
Intuisi atau ilham
didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Tidak semua orang bisa
mendapatkan kemampuan intuitif dan ilham, kecuali orang-orang yang
melakukan musyahadah melalui kontemplasi (perenungan), ibadah dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
Kemampuan dimiliki
manusia sangat terbatas, baik bersifat fisik yang masih menyimpan
misteri bagi manusia, apatah lagi yang bersifat non-fisik dan irrasional
yang tidak mampu dicerna akal.
Wahyu
membimbing manusia, agar tidak tertipu oleh indra dan akalnya yang
terbatas itu. Wahyu memberikan kepastian agar akal tidak mengelana tanpa
arab yang dapat membawa kepada ketersesatan dari kebenaran yang hakiki.
Wahyu adalah pengetahuan dan kebenaran tertinggi yang datang dari Dzat
Yang Maha Tinggi dan Yang Maha Tahu segala rahasia alam semesta ini.
Wahyu Allah adalah kebenaran yang bersifat mutlak.
Seiring
dengan berkembangnya budaya dan peradaban manusia di masa modern dan
era globalisasi, situasi dan kondisi masyarakat pun mengalami perubahan
yang sangat drastis. Tuntutan hidup pada segala sisi aspek kehidupan
mesti dihadapi dan harus diatasi.
Keperluan
manusia terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi tak terelakkan menjadi
salah satu sarana yang diperlukan dan dapat mengantarkan pada kemudahan
penguasaan alam kelilingnya. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi prasyarat imperatif di dalam menatap perkembangan zaman dan
menjadi dorongan inovasi peradaban semua ras manusia.
Dengan demikian, maka upaya meraihnya adalah dengan belajar. IQRA’ = bacaalah.
Allahu a ‘lam bishawab.
Wassalam
Buya H.Mas’oed Abidin
0 komentar:
Posting Komentar