( Imam Al Ghazali )
Ketahuilah, salah seorang murid Al Ghazali yang telah menyertai gurunya selama bertahun-tahun bertanya-tanya kepada dirinya. Ia berguru, menemani dan melayani gurunya dalam waktu yang cukup lama. Berbagai ilmu dan pengalaman spiritual telah diperolehnya, tetapi ia masih merasa ragu terhadap dirinya. Ia berkata kepada dirinya, “Saya telah membaca berbagai macam ilmu. Usiaku habis untuk belajar dan mengumpulkan bermacam-macam ilmu. Hingga sekarang saya tidak mengetahui ilmu yang mana yang bermanfaat bagiku dan menemaniku kelak di alam kubur. Saya juga tidak tahu ilmu mana yang tidak bermanfaat bagiku sehingga saya harus meninggalkannya. Padahal Rasulullah saw. telah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung denganMu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”
Ia terus berpikir dan berpikir sampai akhirnya memutuskan untuk menulis surat kepada gurunya, Al Ghazali. Ia mengadukan kepadanya kegelisahan hatinya dan meminta nasihat. Ia memang mengaku sudah banyak memperoleh pelajaran dari gurunya, tetapi yang dicari belum ditemukan. Salah satu ucapan yang disampaikan kepada gurunya adalah sebagai berikut: “Beberapa buku karangan Syekh, seperti Kitab Ihya’ dan kitab-kitab yang lain memang sudah menjawab masalah saya. Akan tetapi, maksud saya di sini adalah agar Syekh menuliskan untuk saya nasihat yang tertulis hanya dalam beberapa lembar kertas. yang saya bisa membawanya sepanjang hidup saya dan mengamalkannya.”
Kemudian Al Ghazali menulis jawaban. Surat itu kepada muridnya sebagaimana berikut.
Ilmu adalah Untuk Diamalkan
Ketahuilah, wahai anakku yang mulia dan sahabat yang ikhlas, – semoga Allah melanggengkan ketaatanmu kepadaNya dan melangkahkan kakimu dijalan para kekasihNya-, Sesungguhnya tebaran nasihat ditulis dari tambang risalah Rasulullah saw. Jika nasihat dari beliau telah sampai kepadamu, maka nasihat apa lagi yang kamu butuhkan dariku. Jika belum sampai, maka katakan kepadaku apa yang telah kamu peroleh selama bertahun-tahun ini dari ilmu yang telah kau raih? Sementara pada saat yang sama engkau habiskan waktumu mencari ilmu itu.
Wahai Anakku di antara nasihat Rasulullah saw. yang sangat berharga adalah sabda beliau ini:
“Tanda-tanda Allah berpaling dari hambaNya adalah kesibukan hamba itu dengan sesuatu yang tidak berarti. Jika seseorang sesaat saja dari usianya hilang untuk sesuatu yang tidak berguna bagi tujuan penciptaannya, maka patut baginya mendapatkan kerugian yang panjang: dan barangsiapa telah melewati 40 tahun dan kebaikannya tidak mengalahkan kejelekannya, maka bersiap-siaplah ke neraka.”
Nasihat ini sudah cukup bagi orang yang benar-benar ahli ilmu. Wahai Anakku, urusan nasihat sangat mudah, yang sulit adalah menerima nasihat. Karena menerima nasihat bagi hawa nafsu terasa pahit, sementara larangan-larangan itulah yang disukai oleh sebagian besar manusia, khususnya bagi orang yang hanya sibuk mencari ilmu, dimana ilmunya tersebut digunakan hanya untuk memperoleh keagungan dan kemulian dunia. Dengan upayanya mencari ilmu itu – dia hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu semata – bukan untuk diamalkan – agar ilmu tersebut dinisbatkan kepadanya.
Dengan demikian orang akan berkata “Si Fulan seorang yang berilmu (sarjana, master, doktor dll -pentj) dan mulia”. Orang yang terakhir ini hidupnya hanya sibuk mengurusi nafsu dan memasuki lorong-lorong kehidupan dunia. Ia mengira bahwa dengan mendapatkan ilmu semata, kehidupannya akan selamat dan terlepas dari kesengsaraan. Ia tidak butuh amal. Ini adalah keyakinan para filsuf. Mahasuci Allah. Ia tidak mengetahui ketentuan ini ketika sudah mendapatkan ilmu dan tidak mengamalkannya, ia justru berhujjah dengan sekian banyak dalil yang memperkuat asumsinya bahwa ilmu untuk ilmu, bukan untuk amal. Rasulullah saw. bersabda: “Manusia yang mendapatkun azab paling berat di akhirat adalah orang yang berilmu yang Allah tidak memberinya kemanfaatan atas ilmunya.”
Imam Ahmad dan al-Bayhaqi meriwayatkan dari Mansur Ibn Zadan yang berkata, “Telah sampai kabar kepada kami, bahwa apabila orang berilmu tidak memperoleh manfaat dari ilmunya itu, para penghuni Neraka berteriak karena mencium baunya yang busuk. Mereka—para penghuni neraka itu— berkata kepadanya, “Apa yang telah kamu perbuat, wahai orang jelek? Kamu telah mengganggu kami dengan baumu yang busuk. Apakah tidak cukup bagimu rasa sakit dan keburukan kami?” Orang yang berilmu itu menjawab, “Dulu, aku ini orang berilmu, tetapi aku tidak memperoleh manfaat dari ilmuku.”
Diriwayatkan bahwa Al Junaidi setelah wafat memperlihatkan dirinya dalam tidurku, lalu ditanyakan kepadanya, “Apa kabar. hai Abu Al Qasim (panggilan Al Junaidi)?” Ia menjawab, “Semua ungkapan (ilmu) telah rusak dan isyarat-isyarat (ilmu yang lebih dalam) juga musnah. Tidak ada yang memberi kami manfaat kecuali rakaat-rakaat yang kami rukuk di tengah malam.”
Wahai Anakku, Janganlah kamu menjadi orang yang bangkrut sebab amalmu, dan jangan pula batinmu dalam keadaan kosong dari dzikir pada Allah. Yakinlah bahwa ilmu semata tidak mungkin bisa diandalkan.
Contohnya, seandainya seorang laki-laki gagah di tengah gurun sendirian memiliki sepuluh pedang India yang sangat ampuh dan beberapa pusaka lainnya. Laki-laki itu dikenal pemberani dan jago perang.
Kemudian seekor singa yang sangat besar menghampirinya dan siap menerkamnya. Apa pendapatmu, apakah senjata-senjata yang hebat itu mampu mencegah laki-laki itu dan terkaman singa jika ia tidak menggunakan dan menghantamkannya kepada singa? Sudah pasti senjata-senjata itu tidak mampu melindunginya kecuali dengan digerak-gerakkan.
Demikian juga jika seseorang telah membaca 100.000 masalah ilmiah dan berhasil menguasainya. tetapi tidak mengamalkannya, maka ilmu-ilmu itu tidak akan memberinya manfaat kecuali dengan mengamalkannva.
Contoh lain. jika seseorang sakit kuning, dan ia mengetahui bahwa kesembuhannya hanya dengan ramuan obat tertentu yang telah dikuasainya, maka ia tidak mungkin sembuh kecuali dengan meminum obat itu.
Seandainya kamu telah belajar puluhan tahun, membaca banyak buku dan menguasai berbagai macam ilmu, lalu kamu menyimpan kitah-kitab sebagai bahan koleksi pribadi, maka semua itu tidak akan menolong dan menjadikanmu mendapatkan manfaat kecuali dengan mengamalkannya.
Allah swt. berfirman:
“Dan bahwa manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. Al Najm: 39).
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya. maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh.” (QS. Al Kahfi: 110).
“Sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs. Al Taubah: 82).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh. bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya. mereka tidak ingin berpindah darinya.” (QS. Al Kahfi: 107-108).
“Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Qs. Al Furqan: 70).
Apa pula pendapatmu tentang hadis berikut ini:
“Islam dibangun di atas lima [dasar]: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utuisan Allah, menegakkan shalat., mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadlan, dan berhaji ke Baitullah bagi yang mampu [menempuh] perjalanan ke sana.”
Iman adalah diucapkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati dan dilakukan dengan organ-organ tubuh. Dalil yang menunjukkan keharusan beramal lebih banyak daripada orang yang menghitung-hitung hahwa seseorang bisa sampai ke surga berkat keutamaan dan kemuliaan Allah. Akan tetapi, hal ini hanya mungkin tercapai setelah orang itu melakukan ketaatan dan beribadah kepadaNya, karena rahmat dan keutamaan Allah hanya untuk orang-orang yang mendekati kebaikan. Yakni golongan orang baik.
Seandainya dikatakan pula hahwa surga bisa dicapai dengan iman semata, maka kami jawab, “Benar, tetapi sampai kapan?” Berapa banyak rintangan yang menuju surga yang harus dipangkas jika benar-henar ingin sampai. Tantangan pertama adalah tantangan iman. Apakah iman yang dimilikinya berhasil dipertahankan dan tidak tercabut dari hatinya, atau sebaliknya? Jika imannya selamat, apakah ia termasuk orang yang khianat atau bangkrut? Hasan Basri berkata. “Allah pada hari kiamat akan berkata kepada hamba-hambaNya, “Masuklah, hai hamha-hamhaKu ke surga sebab rahmatKu dan berbagilah kamu dengan amalmu.”
Wahai Anakku, selama kamu tidak beramal, maka kamu tidak mendapatkan upah (pahala).
Dikisahkan hahwa seorang pria Bani Israil telah menyembah Allah selama 70 tahun. Allah swt. ingin memperlihatkannya kepada para malaikat, Maka diutuslah satu malaikat untuk memberikan kabar kepadanya bahwa ibadah yang selama ini dilakukannya belum menjadikannya layak masuk surga. Ketika kabar itu diterimanya, ia menjawabnya demikian. “Kami memang diciptakan untuk ibadah. Karena itu, kami harus menyembahNya.” Ketika malaikat itu kembali dan menghadap Allah, ia mengadu, “Tuhanku, Engkau lebih tahu atas apa yang ia katakan.” Allah pun menjawab, “Jika ia tidak berpaling dari beribadah kepada Kami, maka Kami bersama kemuliaan Kami tidak berpaling darinya. Saksikanlah, hai malaikat-malaikatKu, sesungguhnya Aku telah mengampuninya.”
Rasulullah saw. bersabda:
“Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum kalian dihisab dan timbanglah amal kalian sebelum [amal] kalian ditimbang.”
Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Barangsiapa mengira bahwa dengan tanpa amal bisa sampai [kesurga], maka ia seorang pengangan-angan (pengkhayal). Barangsiapa mengira bahwa ia bisa sampai [ke surga] hanya karena amalnya, berarti ia adalah orang yang tidak butuh [rahmat Allah].”
Al Hasan berkata, “Mencari surga dengan tanpa amal adalah satu di antara dosa-dosa [besar].” la juga berkata, “Tanda kebenaran yang hakiki adalah meninggalkan perbuatan yang memperhatikan amal dan bukan meninggalkan amal.”
Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang cerdik adalah orang yang jiwanya dekat (pendek) dan beramal untuk sesuatu sesudah mati. Orang yang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsu dan mengangan-angankan Allah dengan angan-angan.” Wallahualam bissawab
SEMOGA CATATAN INI BISA MEMBERIKAN PELAJARAN
~..~AMIN~..~
JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA
Diposkan oleh UNTUK KITA RENUNGKA
0 komentar:
Posting Komentar