Kamis, 21 Maret 2013

Perempuan Mahal, Perempuan Murah : Filosofi Perintah Menutup Aurat

Maaf kalo ilustrasinya mengambil gambar yang agak vulgar dan mungkin ada yang kurang berkenan (ilustrasi oleh penulisnya-red)....tanpa bermaksud membandingkan personal (silahkan di artikan sendiri), agar mengimajinasikannya lebih enak ja, lebih nyata.... :)
O, iya...ini adalah tulisan Moeflich Hasbullah yang saya ambil dari blogg si penulisnya, silahkan di simak...
Bacanya sampai selesai ya....


Mengapa perempuan Muslim harus menutup auratnya? Wajib sebagaimana diperintahkan agama dan berdosa kalau tidak melaksanakannya? Benar, tapi mari kita kesampingkanlah dululah alasan normatif atau perintah ini. Kita semua mafhum, melaksanakan sesuatu karena dasarnya perintah menunjukkan kesadaran diri yang rendah. Mari kita mendasarkan pada kesadaran diri dan akal sehat saja. Akal sehat (common sense) tidak pernah bertentangan dengan agama. Bila kata akal sehat benar, maka benarlah perintah agama, pantaslah Tuhan memerintahkannya. Bila ada akal sehat bertentangan dengan agama, itu sebenarnya akalnya belum sehat. Akal yang benar-benar sehat pasti akan sejalan dengan agama. Keharusan yang didasari akal sehat dan kesadaran akan lebih kuat menancap dalam hati dibandingkan yang dasarnya karena perintah.
Kita akan lebih kuat melaksanakan sesuatu bila sadar bahwa itu memang keharusan dan untuk kebaikan kita sendiri. Seorang anak akan rajin belajar dengan sendirinya bila menyadari bahwa belajar itu penting untuk menentukan masa depannya sendiri, tanpa harus disuruh-suruh. Kita akan rajin melaksanakan shalat bila kita sadar bahwa shalat itu membawa ketenangan jiwa, mencegah perbuatan keji dan munkar dan akan menentukan selamat tidaknya di akhirat kelak. Seorang perempun Muslim yang sudah menutup aurat dengan benar dan konsisten karena ada kesadaran dalam dirinya. Sementara yang belum juga karena belum adanya kesadaran dalam dirinya. Bila diri belum sadar, walaupun ceramah didengarkan setiap hari, walaupun ayat Al-Qur’an dibacakan ratusan kali, tetap saja seseorang tidak akan tergerak melaksanakan sebuah keharusan. Menutup aurat bagi perempuan sangat penting dalam kehidupan untuk supremasi moral dan penjagaan harga diri perempuan. Menutup aurat sebagaimana diperintahkan agama sesungguhnya adalah persoalan memuliakan perempuan sendiri. Dalam Islam, perempuan itu makhluk yang mulia dan dimuliakan. Dengan menutup aurat, agama bermaksud menjaga harga diri dan kehormatannya.
Ilustrasi
Ilustrasi yang paling tepat untuk mengibaratkan perempuan Muslim adalah perhiasan atau barang mahal. Barang mahal memiliki ciri-ciri: (1) dijual di toko berkelas, (2) disimpan di etalase yang hanya bisa dipandang dibalik kaca, (3) disegel, tidak bisa dibuka dan disentuh isinya, (4) tidak bisa dicoba sebelum dibeli, (5) harganya mahal karena kualitasnya memuaskan, dan (6) bergaransi. Kebalikan dari barang mahal adalah barang murah. Ciri-ciri barang murah: (1) adanya di toko murah, di emperan atau di pasar, (2) tidak disegel, (3) diobral, (4) bebas dipegang-pegang, boleh dicoba berulang kali oleh banyak orang, (5) setelah dicoba boleh tidak jadi dibeli, (6) tidak ada garansi. Islam memperlakukan perempuan persis seperti barang mahal tersebut.
Diibaratkan dua jenis barang tadi, “toko berkelas” adalah keluarganya yang bermartabat yang taat pada agama; “etalase” artinya hanya bisa dipandang saja, “disegel” artinya tidak bisa dibuka dan dipegang-pegang. Disegel adalah prinsip dibalik busana Muslimahnya yang tidak bisa dicoba dulu, disegel adalah menjaga kehormatan, tidak bisa memesrai dan menggaulinya tanpa menikahinya dulu. “Harganya mahal” adalah pembelinya harus laki-laki yang juga mahal yaitu laki-laki terhormat, akhlaknya terjaga dan kepribadiannya luhur. Laki-laki murahan tidak akan sanggup karena tidak akan berani, malu mendapatkannya dan merasa dirinya tidak seimbang. “Bergaransi” adalah orisinial, dijamin masih gadis dan belum disentuh laki-laki lain.
Jelaslah, menutup aurat adalah menjaga diri, mensegel diri, menghormati diri, memuliakan diri. Perempuan yang menutup auratnya dengan benar dan akhlaknya terjaga adalah barang mahal yang tersimpan dalam etalase, terjaga dalam sebuah kotak yang tidak bisa dibuka, tersegel, tidak bisa disentuh dan harganya mahal. Sebaliknya, perempuan yang membuka auratnya (betis, paha, lengan, rambut, leher dan dada, apalagi lebih dari itu) adalah barang obralan yang murah, tidak perlu repot-repot ingin membukanya karena ia sudah terbuka, silahkan bebas menatap-natapnya, memegang dan menyentuh-nyentuhnya (dalam kebebasan pergaulan dan persahabatan) dan “merasakannya” (dalam pacaran). Kalau sudah tidak suka lagi karena sudah “mencobanya,” boleh tidak jadi memilikinya. Jadilah, ia barang bekas. Barang bekas tentu tidak berkualitas, murah, karena sudah “dipakai” orang.
Mengapa perempuan yang seharusnya mahal menjadi murah? Kata Nabi, karena hilangnya rasa malu: “Al-hayu-u minal iman” (malu itu sebagian dari iman). “Iman itu ada tujuh puluh cabang dan malu adalah salah satunya” (HR. Muslim). “Segala sesuatu ada penegurnya (penjaganya), dan penegur hati adalah rasa malu!” Sangat menyedihkan, bila dulu perempuan malu kelihatan auratnya, sekarang malah bangga mempertontonkannya. Maka berbaju ketat menjadi mode, bercelana pendek berarti gaul, dan menonjolkan payudara adalah kebanggaan. Rasa malu hilang dari perasaan perempuan. Bila perempuan sudah kehilangan rasa malu, berati kehancuran negara, masyarakat dan keluarga. Maka, perempuan membuka auratnya dalam kehidupan sosial adalah salah satu sumber kerusakan moral seksual masyarakat, termasuk dalam masyarakat Muslim. Dan iblis pun pernah berkata: “Perempuan adalah alat senjataku yang paling ampuh untuk menyesatkan anak adam. Ia seperti anak panah. Sekali kulepaskan dari busurnya, jarang meleset!”
Sehubungan dengan ilustrasi barang mahal tadi, ada beberapa pertanyaan:
(1) Bagaimana dengan perempuan yang berkerudung menutup auratnya tapi tidak menjaga akhlaknya, bebas pacaran, bermesraan dan banyak disentuh-sentuh apalagi sudah tidak perawan? Ia adalah “barang mahal” yang palsu, aslinya murah bungkusnya pun murah, hanya simbol sehingga gampang dibuka dan dicoba. Ia barang tipuan yang tanpa sadar sedang menipu dirinya sendiri.
(2) Bagaimana dengan perempuan yang merasa tidak perlu menutup aurat yang penting bisa menjaga diri sehingga tetap menganggap dirinya perempuan terhormat? Kalau benar-benar bisa menjaga diri, ia adalah barang mahal yang diobral. Barang bagus yang diobral tetap saja lebih murah dan lebih rendah nilainya dari barang mahal yang tidak diobral.
(3) Bagaimana dengan perempuan yang mengatakan: “Ah, yang berkerudung juga banyak yang kelakuannya parah, mendingan begini, gak berkerudung tapi punya prinsip”? Itu artinya menutupi keengganannya dengan kesalahan. Yang berkerudung tapi kelakuannya nakal jadi referensi. Lain kata, ia lari dari satu kesalahan dan bersembunyi dalam kesalahan yang lain.
(4) Bagaimana dengan perempuan (juga laki-laki) yang berusaha mengutak-ngatik pengertian “aurat” dengan logikanya kemudian berkesimpulan menutup aurat itu tidak perlu? Ia adalah orang yang memaksa-maksakan dan memperkosa dirinya agar harganya murah.
(5) Bagaimana dengan cendekiawan, ulama bahkan ahli tafsir yang mengatakan bahwa menutup rambut dan leher itu tidak perlu? Rambut dan leher bukanlah bagian dari aurat. Pengertian “sebenarnya” tentang aurat bukan seluruh tubuh perempuan. Pengertian aurat bukanlah yang secara konvensional difahami. Ia sedang melegitimasi penolakannya pada perintah Tuhan dan tuntunan Nabi dengan ilmu, pikiran dan pengetahuan agamanya sendiri. Ulama yang berpendapat seperti itu, biasanya anak-anak perempuannya memang tidak berkerudung. Sejarah, kitab tafsir dan bahasa Arab ia bongkar agar kondisi keluarganya menjadi legitimated. Ini paling ironis dan paling berat pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Ingat, ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang tidak menumbuhkan kesadaran ketaatan pada agama malah menjadi penolakan pada perintah Tuhan sendiri.
Perintah agama begitu masuk akal, rasional dan sangat jelas untuk memuliakan kaum perempuan. Dalam agama, menghadapi perintah Tuhan hanya satu: “Sami’na wa atha’na!” (Kami dengar dan kami taat!). Ilustrasi-ilustrasi di atas hanya untuk menguatkan bahwa perintah agama sebenarnya berlandaskan akal sehat dan untuk kepentingan manusia sendiri. Tapi, hawa nafsu, salah gaul, pengaruh lingkungan yang buruk, pemikiran sekuler, lemahnya pendidikan agama, korban tren dan mode, yang semuanya mempengaruhi seseorang tanpa sadar, membuat akal sehat tidak berjalan, tidak berfungsi dalam diri. Tampil seksi menjadi kebanggaan, padahal, tanpa sadar, itu sedang merendahkan diri sendiri sebagai perempuan yang seharusnya mahal dan terhormat. Tuhan menciptakan keindahan perempuan dengan segala keagungan-Nya, perempuan merendahkan dirinya sendiri dengan nafsu dan kehinaannya.
Penutup
Apakah ingin menjadi barang mahal atau barang murah, tentu saja, berpulang pada diri masing-masing. Mau mahalan atau murahan silahkan memilihnya sendiri. Mau mulia atau hina bebas-bebas saja, mau sadar atau tidak kitalah yang menentukan, mau selamat atau celaka kelak di akhirat kitalah yang menanggungnya. Mengapa manusia banyak yang merasa nyaman dalam kesalahan dan ketaksadaran? Karena Tuhan tidak langsung menghukum setiap dosa dan pelanggaran. Dia memberikan waktu kepada kita selama masih hidup untuk berfikir dan berubah. Itulah kasih sayang-Nya yang tiada tara pada hamba-Nya sebelum celaka di akhirat kelak. Masihkan kita akan menyia-nyiakan kesempatan hidup ini yang hanya satu kali? Sementara kematian bisa datang kapan saja!! Wallahu ‘alam!!


Sumber:fitribundanenaura.blogspot.com/2012/06/perempuan-mahal-perempuan-murah.html

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar ke PayPal dan mulai terima pembayaran kartu kredit secara instan.
Bookmark and Share
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)