Maaf kalo ilustrasinya mengambil gambar yang agak vulgar dan mungkin ada
yang kurang berkenan (ilustrasi oleh penulisnya-red)....tanpa bermaksud
membandingkan personal (silahkan di artikan sendiri), agar
mengimajinasikannya lebih enak ja, lebih nyata.... :)
O, iya...ini adalah tulisan Moeflich Hasbullah
yang saya ambil dari blogg si penulisnya, silahkan di simak...
Bacanya sampai selesai ya....
Mengapa perempuan Muslim harus menutup auratnya? Wajib sebagaimana
diperintahkan agama dan berdosa kalau tidak melaksanakannya? Benar, tapi
mari kita kesampingkanlah dululah alasan normatif atau perintah ini.
Kita semua mafhum, melaksanakan sesuatu karena dasarnya perintah
menunjukkan kesadaran diri yang rendah. Mari kita mendasarkan pada
kesadaran diri dan akal sehat saja. Akal sehat (common sense) tidak
pernah bertentangan dengan agama. Bila kata akal sehat benar, maka
benarlah perintah agama, pantaslah Tuhan memerintahkannya. Bila ada akal
sehat bertentangan dengan agama, itu sebenarnya akalnya belum sehat.
Akal yang benar-benar sehat pasti akan sejalan dengan agama. Keharusan
yang didasari akal sehat dan kesadaran akan lebih kuat menancap dalam
hati dibandingkan yang dasarnya karena perintah.
Kita akan lebih kuat melaksanakan sesuatu bila sadar bahwa itu memang
keharusan dan untuk kebaikan kita sendiri. Seorang anak akan rajin
belajar dengan sendirinya bila menyadari bahwa belajar itu penting untuk
menentukan masa depannya sendiri, tanpa harus disuruh-suruh. Kita akan
rajin melaksanakan shalat bila kita sadar bahwa shalat itu membawa
ketenangan jiwa, mencegah perbuatan keji dan munkar dan akan menentukan
selamat tidaknya di akhirat kelak. Seorang perempun Muslim yang sudah
menutup aurat dengan benar dan konsisten karena ada kesadaran dalam
dirinya. Sementara yang belum juga karena belum adanya kesadaran dalam
dirinya. Bila diri belum sadar, walaupun ceramah didengarkan setiap
hari, walaupun ayat Al-Qur’an dibacakan ratusan kali, tetap saja
seseorang tidak akan tergerak melaksanakan sebuah keharusan. Menutup
aurat bagi perempuan sangat penting dalam kehidupan untuk supremasi
moral dan penjagaan harga diri perempuan. Menutup aurat sebagaimana
diperintahkan agama sesungguhnya adalah persoalan memuliakan perempuan
sendiri. Dalam Islam, perempuan itu makhluk yang mulia dan dimuliakan.
Dengan menutup aurat, agama bermaksud menjaga harga diri dan
kehormatannya.
Ilustrasi
Ilustrasi yang paling tepat untuk mengibaratkan perempuan Muslim adalah
perhiasan atau barang mahal. Barang mahal memiliki ciri-ciri: (1) dijual
di toko berkelas, (2) disimpan di etalase yang hanya bisa dipandang
dibalik kaca, (3) disegel, tidak bisa dibuka dan disentuh isinya, (4)
tidak bisa dicoba sebelum dibeli, (5) harganya mahal karena kualitasnya
memuaskan, dan (6) bergaransi. Kebalikan dari barang mahal adalah barang
murah. Ciri-ciri barang murah: (1) adanya di toko murah, di emperan
atau di pasar, (2) tidak disegel, (3) diobral, (4) bebas
dipegang-pegang, boleh dicoba berulang kali oleh banyak orang, (5)
setelah dicoba boleh tidak jadi dibeli, (6) tidak ada garansi. Islam
memperlakukan perempuan persis seperti barang mahal tersebut.
Diibaratkan dua jenis barang tadi, “toko berkelas” adalah keluarganya
yang bermartabat yang taat pada agama; “etalase” artinya hanya bisa
dipandang saja, “disegel” artinya tidak bisa dibuka dan dipegang-pegang.
Disegel adalah prinsip dibalik busana Muslimahnya yang tidak bisa
dicoba dulu, disegel adalah menjaga kehormatan, tidak bisa memesrai dan
menggaulinya tanpa menikahinya dulu. “Harganya mahal” adalah pembelinya
harus laki-laki yang juga mahal yaitu laki-laki terhormat, akhlaknya
terjaga dan kepribadiannya luhur. Laki-laki murahan tidak akan sanggup
karena tidak akan berani, malu mendapatkannya dan merasa dirinya tidak
seimbang. “Bergaransi” adalah orisinial, dijamin masih gadis dan belum
disentuh laki-laki lain.
Jelaslah, menutup aurat adalah menjaga diri, mensegel diri, menghormati
diri, memuliakan diri. Perempuan yang menutup auratnya dengan benar dan
akhlaknya terjaga adalah barang mahal yang tersimpan dalam etalase,
terjaga dalam sebuah kotak yang tidak bisa dibuka, tersegel, tidak bisa
disentuh dan harganya mahal. Sebaliknya, perempuan yang membuka auratnya
(betis, paha, lengan, rambut, leher dan dada, apalagi lebih dari itu)
adalah barang obralan yang murah, tidak perlu repot-repot ingin
membukanya karena ia sudah terbuka, silahkan bebas menatap-natapnya,
memegang dan menyentuh-nyentuhnya (dalam kebebasan pergaulan dan
persahabatan) dan “merasakannya” (dalam pacaran). Kalau sudah tidak suka
lagi karena sudah “mencobanya,” boleh tidak jadi memilikinya. Jadilah,
ia barang bekas. Barang bekas tentu tidak berkualitas, murah, karena
sudah “dipakai” orang.
Mengapa perempuan yang seharusnya mahal menjadi murah? Kata Nabi, karena
hilangnya rasa malu: “Al-hayu-u minal iman” (malu itu sebagian dari
iman). “Iman itu ada tujuh puluh cabang dan malu adalah salah satunya”
(HR. Muslim). “Segala sesuatu ada penegurnya (penjaganya), dan penegur
hati adalah rasa malu!” Sangat menyedihkan, bila dulu perempuan malu
kelihatan auratnya, sekarang malah bangga mempertontonkannya. Maka
berbaju ketat menjadi mode, bercelana pendek berarti gaul, dan
menonjolkan payudara adalah kebanggaan. Rasa malu hilang dari perasaan
perempuan. Bila perempuan sudah kehilangan rasa malu, berati kehancuran
negara, masyarakat dan keluarga. Maka, perempuan membuka auratnya dalam
kehidupan sosial adalah salah satu sumber kerusakan moral seksual
masyarakat, termasuk dalam masyarakat Muslim. Dan iblis pun pernah
berkata: “Perempuan adalah alat senjataku yang paling ampuh untuk
menyesatkan anak adam. Ia seperti anak panah. Sekali kulepaskan dari
busurnya, jarang meleset!”
Sehubungan dengan ilustrasi barang mahal tadi, ada beberapa pertanyaan:
(1) Bagaimana dengan perempuan yang berkerudung menutup auratnya tapi
tidak menjaga akhlaknya, bebas pacaran, bermesraan dan banyak
disentuh-sentuh apalagi sudah tidak perawan? Ia adalah “barang mahal”
yang palsu, aslinya murah bungkusnya pun murah, hanya simbol sehingga
gampang dibuka dan dicoba. Ia barang tipuan yang tanpa sadar sedang
menipu dirinya sendiri.
(2) Bagaimana dengan perempuan yang merasa tidak perlu menutup aurat
yang penting bisa menjaga diri sehingga tetap menganggap dirinya
perempuan terhormat? Kalau benar-benar bisa menjaga diri, ia adalah
barang mahal yang diobral. Barang bagus yang diobral tetap saja lebih
murah dan lebih rendah nilainya dari barang mahal yang tidak diobral.
(3) Bagaimana dengan perempuan yang mengatakan: “Ah, yang berkerudung
juga banyak yang kelakuannya parah, mendingan begini, gak berkerudung
tapi punya prinsip”? Itu artinya menutupi keengganannya dengan
kesalahan. Yang berkerudung tapi kelakuannya nakal jadi referensi. Lain
kata, ia lari dari satu kesalahan dan bersembunyi dalam kesalahan yang
lain.
(4) Bagaimana dengan perempuan (juga laki-laki) yang berusaha
mengutak-ngatik pengertian “aurat” dengan logikanya kemudian
berkesimpulan menutup aurat itu tidak perlu? Ia adalah orang yang
memaksa-maksakan dan memperkosa dirinya agar harganya murah.
(5) Bagaimana dengan cendekiawan, ulama bahkan ahli tafsir yang
mengatakan bahwa menutup rambut dan leher itu tidak perlu? Rambut dan
leher bukanlah bagian dari aurat. Pengertian “sebenarnya” tentang aurat
bukan seluruh tubuh perempuan. Pengertian aurat bukanlah yang secara
konvensional difahami. Ia sedang melegitimasi penolakannya pada perintah
Tuhan dan tuntunan Nabi dengan ilmu, pikiran dan pengetahuan agamanya
sendiri. Ulama yang berpendapat seperti itu, biasanya anak-anak
perempuannya memang tidak berkerudung. Sejarah, kitab tafsir dan bahasa
Arab ia bongkar agar kondisi keluarganya menjadi legitimated. Ini paling
ironis dan paling berat pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Ingat,
ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang tidak menumbuhkan kesadaran
ketaatan pada agama malah menjadi penolakan pada perintah Tuhan sendiri.
Perintah agama begitu masuk akal, rasional dan sangat jelas untuk
memuliakan kaum perempuan. Dalam agama, menghadapi perintah Tuhan hanya
satu: “Sami’na wa atha’na!” (Kami dengar dan kami taat!).
Ilustrasi-ilustrasi di atas hanya untuk menguatkan bahwa perintah agama
sebenarnya berlandaskan akal sehat dan untuk kepentingan manusia
sendiri. Tapi, hawa nafsu, salah gaul, pengaruh lingkungan yang buruk,
pemikiran sekuler, lemahnya pendidikan agama, korban tren dan mode, yang
semuanya mempengaruhi seseorang tanpa sadar, membuat akal sehat tidak
berjalan, tidak berfungsi dalam diri. Tampil seksi menjadi kebanggaan,
padahal, tanpa sadar, itu sedang merendahkan diri sendiri sebagai
perempuan yang seharusnya mahal dan terhormat. Tuhan menciptakan
keindahan perempuan dengan segala keagungan-Nya, perempuan merendahkan
dirinya sendiri dengan nafsu dan kehinaannya.
Penutup
Apakah ingin menjadi barang mahal atau barang murah, tentu saja,
berpulang pada diri masing-masing. Mau mahalan atau murahan silahkan
memilihnya sendiri. Mau mulia atau hina bebas-bebas saja, mau sadar atau
tidak kitalah yang menentukan, mau selamat atau celaka kelak di akhirat
kitalah yang menanggungnya. Mengapa manusia banyak yang merasa nyaman
dalam kesalahan dan ketaksadaran? Karena Tuhan tidak langsung menghukum
setiap dosa dan pelanggaran. Dia memberikan waktu kepada kita selama
masih hidup untuk berfikir dan berubah. Itulah kasih sayang-Nya yang
tiada tara pada hamba-Nya sebelum celaka di akhirat kelak. Masihkan kita
akan menyia-nyiakan kesempatan hidup ini yang hanya satu kali?
Sementara kematian bisa datang kapan saja!! Wallahu ‘alam!!
Sumber:fitribundanenaura.blogspot.com/2012/06/perempuan-mahal-perempuan-murah.html
Sumber:fitribundanenaura.blogspot.com/2012/06/perempuan-mahal-perempuan-murah.html
0 komentar:
Posting Komentar