Selasa, 15 November 2011

SESUNGGUHNYA AMAL TERGANTUNG NIAT

Semua Amal Tergantung Niatnya

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)

>>>Syarah<<<
Hadits ini telah di sepakati keshahihannya, juga telah disepakati agungnya kedudukan hadits ini dalam Islam. Hadist ini sangat banyak faedahnya. Di riwayatkan oleh Abu Abdillah al Bukhari dalam banyak tempat di kitabnya, dan Imam Abul Hasan Muslim bin Hajjaj meriwayatkan di akhir kitabul Jihad. Hadits ini merupakan salah satu sumber ajaran Islam.

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berkata: “Telah ada dalam hadits ini sepertiga ilmu, ucapan ini di riwayatkan oleh Bukhari dan lainnya, sebabnya dikatakan demikian karena perbuatan hamba terjadi dengan hati, lisan dan anggota badannya. Dan niat adalah salah satu dari tiga bagian ini. Juga telah di riwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata: ” Hadits ini masuk dalam tujuh puluh bab masalah fiqih”. sekelompok ulama ada yang berkata: ” Hadits ini sepertiga ilmu”.

Para ulama juga menganjurkan agar memulai karangan-karangan dengan hadits ini, diantara ulama yang memulai kitabnya dengan hadits ini adalah Imam Abu Abdillah Al Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata: “Semua pengarang buku hendaknya memulai kitabnya dengan hadits ini, untuk mengingatkan thalibul ilmi agar membenarkan niatnya.

Hadits ini jika dilihat dari akhir sanadnya adalah masyhur, tapi jika dilihat dari awal sanadnya adalah hadits gharib, karena tidak ada yang meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kecuali Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, tidak ada yang meriwayatkan dari Umar kecuali Alqomah bin Abi Waqash, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Alqomah kecuali Muhammad bin Ibrahim Attaimi, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim kecuali Yahya bin Sa’d Al Anshori. Kemudian setelah itu menjadi masyhur di riwayatkan oleh lebih dari dua ratus orang dan sebagian besar mereka adalah imam.

Lafazh innamaa untuk hashr (pembatasan): menetapkan yang disebutkan dalam konteks hadits dan menafikan yang selainnya, lafazh ini sebagai pembatas yang mutlak dan kadang sebagai pembatas yang khusus, hal ini di pahami dengan adanya qorinah, seperti firman Allah: innamaa anta mundziru
Engkau hanyalah seorang pemberi peringatan” (An Nazi’at:45).

Zhahir ayat ini menunjukkan pembatasan tugas Rasulullah hanya sebagai pemberi peringatan, padahal Rasulullah sifatnya tidaklah terbatas itu saja, bahkan dia mempunyai sifat yang banyak dan bagus, seperti pembawa kabar gembira dan lainnya. Demikianlah pula firman Allah Ta’ala: innamalhayaatuddunyaa lahwun wa la’ibun
kehidupan dunia hanyalah permainan dan sia-sia.”

Zhahir ayat – wallahu a’lam- pembatasan jika dilihat dari pengaruhnya, adapun jika dilihat dari hakikat dunia itu sendiri, kadang dunia menjadi sebab satu kebaikan, ayat ini hanya menunjukkan pengaruh dunia terhadap mayoritas manusia.

Jika ada lafazh innamaa perhatikanlah, apabila konteks dan maksud pembicaraan menunjukkan pembatasan yang khusus katakanlah demikian, jika tidak maknakanlah dengan pembatasan yang mutlak. Diantaranya sabda Rasulullah: “amalan itu tergantung niatnya” yang di maksud amalan dalam hadits ini adalah amalan syari’ah.

Maknanya: amalan tidak teranggap jika tanpa niat, seperti wudhu, mandi, tayammum demikian pula sholat, zakat, puasa, haji, i’tikaf, dan seluruh ibadah, adapun menghilangkan najis tidak butuh kepada niat karena itu termasuk tark, dan bab tark tidak butuh pada niat. Ada juga sekelompok ulama berpendapat sahnya wudhu dan mandi tanpa niat.

Dalam sabda Rasulullah: “Amalan itu tergantung niat” ada kata yang mahdzuf (di hilangkan) para ulama ikhtilaf dalam menentukan lafazh yang mahdzuf, ulama yang mensyaratkan niat dalam ibadah menyatakan: “Sahnya amalan itu dengan niat“, ulama yang tidak mensyaratkan niat menyatakan:
sesungguhnya sempurna tidaknya amalan itu tergantung niat“.

Sabda beliau: “Sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan” Al khattabi berkata: “kalimat ini memberikan makna khusus berbeda dengan kalimat yang pertama yaitu menentukan amalan dengan niat. Syaikh Muhyidin menyebutkan faedah yang ia sebutkan: “Bahwasanya menentukan amalan dengan niat adalah syarat, kalau seseorang mempunyai kewajiban sholat qodha, dia tidak cukup meniatkan sholat yang terluput, tapi disyaratkan untuk menentukan apakah sholat tersebut sholat zhuhur atau ashar atau selain keduanya. Kalau tidak ada kalimat kedua (yakni: Sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan) maka kalimat pertama hanya menunjukkan bahwa sahnya amalan itu dengan niat tanpa mewajibkan untuk menentukan niat, atau akan mengesankan demikian, wallahu a’lam.

Sabdanya:
Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya“,
yang telah disepakati oleh ahli bahasa arab: syarat dan jaza (syarat dan jawab) serta mubtada dan khabar haruslah beda, akan tetapi dalam hadits ini antara syarat dan jaza tidak berbeda. Jawabnya adalah:“Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya” dalam niat dan tujuannya “Maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya” dalam hukum dan syari’at.

Hadits ini teriwayatkan karena ada sebab, para ulama menukilkan bahwa ada seorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah untuk menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qois, dia tidak menginginkan keutamaan hijrah, hingga iapun di juluki “muhajir ummu Qois”
-wallahu a’lam-**

———————————————————-
* Ibnu Rajab menyatakan dalam kitabnya ‘Jami’ul Ulum wal Hikam’: “Telah masyhur bahwa kisah muhajir ummu qois adalah sebab diucapkannya hadits:
“Barang siapa hijrahnya untuk dunia yang ia dapatkan atau wanita yang ingin ia nikahi …”
banyak orang mutaakhirin yang menyebutkan hal ini dalam kitab-kitab mereka, tapi kami tidak dapatkan keterangan ini dalam sanad yang shahih,” wallahu a’lam.

Syaikh Salim berkata: “Inilah yang benar, Al Hafizh telah menegaskan dalam kitabnya “Fathul Bari I/10″: “(Walaupun hadits muhajir ummu qois shahih) tapi tidak ada keterangn hadits “innamal a’malu binniyat” disebabkan oleh kejadian (hadits) tersebut, aku tidak temukan sedikitpun dalam banyak sanad hadits ini yang menegaskan hal tersebut.” (Dinukil dari kitab ‘Iqodhul Himmam hal 37-pent).

** Faedah (fiqih) hadits ini diantaranya:
  1. Harusnya berniat dalam seluruh amalan.
  2. Niat tempatnya di hati bukan di lisan menurut kesepakatan muslimin, dalam seluruh ibadah bersuci, sholat, zakat, puasa, haji, membebaskan budak, jihad dan lainnya, melafazhkan niat adalah bid’ah, telah keliru orang yang membolehkan mengucapkan niat ketika haji dan lainnya, karena mereka tidak bisa membedakan antara niat dan talbiyah.
  3. Amalan shalih terwujud dengan niat yang shalih, tapi niat yang baik tidak bisa menjadikan perkara mungkar menjadi baik atau perkara bid’ah menjadi sunnah, betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi tidak mencapainya.
  4. Ikhlas untuk Allah adalah syarat di terimanya amal, karena Allah tidak menerima amalan kecuali yang paling murni dan benar, yang paling murni adalah yang di tujukan hanya untuk Allah dan yang paling benar dan adalah yang sesuai dengan sunnah yang shahih. (Di sarikan dari kitab “Bahjatun nazhirin syarah Riyadhus Shalihin: 1.31-32).

Sumber : http://mazboi.wordpress.com/2007/04/06/hadits-pertama-semua-amal-tergantung-niatnya/


SESUNGGUHNYA AMAL TERGANTUNG NIAT

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ :(( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)). رواه البخاري مسلم

  • Terjemah hadits:
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob rodiallohuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rosululloh alaihisolatu wassalam bersabda :
"Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. “ (H.R. Bukhori no:01 dan Muslim no:1907)
  • Biografi perawi “Umar bin Alkhotob”:
Beliau adalah Umar bin Khotob bin Nufail bin Abdul Uzza, kuniyah beliau adalah Abu Hafs dan Laqob (julukan) beliau adalah Alfaruq, Ibnu sa’d meriwayatkan dengan sanad mursal bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:”Sesungguhnya Alloh menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya dan dia adalah Alfaruq (yang membedakan).” (Athobaqot 3/270).

Beliau masuk islam ketika berumur dua puluh tujuh, beliau mengikuti perang badr, perang uhud dan seluruh peperangan bersama Nabi sholallohu alaihi wassalam dan dia adalah kholifah kedua setelah Abu bakr assidiq dan dia juga kholifah pertama yang dipanggil dengan “Amirul mu’minien”.

Umar bin Alkhotob rodhiallohu anhu dibunuh sebagai seorang syahid ketika sholat shubuh oleh Abu lu’lu almajusi pada tahun 23 Hijriyah, Beliau menjabat kholifah kedua selama 10 tahun enam bulan sepuluh hari.

Beliau mempunyai banyak keutamaan-keutamaan dan diantaranya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ: ((بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي فيِ اْلجَنَّةِ فَإِذَا امْرَأَةٌ تَتَوَضَّأُ إِلَى جَانِبِ قَصْرٍ فَقُلْتُ: لِمَنْ هَذَا اْلقَصْرُ؟ قَالُوْا: لِعُمَرَ، فَذَكَرْتُ غَيْرَتَهُ، فَوَلَّيْتُ مُدْبِرًا)). فَبَكَى عُمَرُ وَقَالَ: أَعَلَيْكَ أَغَارُ يَا رَسُوْلُ اللهِ.

Dari Abu Hurairoh radhiallohu anhu berkata: Pada saat kami berada di sisi rosululloh alaihislatu wassalam beliau bersabda:
” Ketika Aku sedang tidur aku bermimpi berada di dalam surga, tiba-tiba ada seorang perempuan sedang berwudhu di sebelah sebuah istana, maka saya berkata “Milik siapakah istana ini?”Mereka menjawab “Milik Umar” Lalu aku tuturkan kecemburuannya lalu aku berpaling.” Maka Umar-pun menangis dan berkata:” Apakah aku cemburu pada anda wahai Rosululloh?.” (H.R. Bukhori no:3680 dan Muslim no:2395)

عَنْ سَعْدِ ابْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيْكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا قَطُّ إِلاَّ سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ)).

Dari Sa’d bin Abi waqos rodhiallohu anhu berkata, Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:
”Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada setan yang berpapasan denganmu (Umar) di suatu jalan melainkan setan tersebut pasti akan menyimpang untuk menghindari jalanmu.”(H.R. Bukhori no:3683 dan Muslim no:2396)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((لَقَدْ كَانَ فِيْمَا كَانَ قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ نَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ)).

Dari Abu hurairoh radhiallohu anhu berkata: Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:
” Di kalangan umat-umat terdahulu ada orang-orang mendapatkan ilham, jika didalam ummatku ada salah seorang yang mendapatkan ilham maka sesungguhnya dia adalah Umar.” (H.R. Bukhori 3689 ( Ibnu wahb menafisirkan “Muhaddatsun” adalah orang-otang yang mendapatkan ilham (H.R. Muslim)

  • Asbabul wurud hadits
Di katakan bahwa sebab hadits ini yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais). (Di riwayatkan oleh At-thobroni dari jalur Al-a’mas) Ibnu hajar rohimahulloh berkata dalam fathul baari:”Sanad hadits ini shohih berdasarkan syarat dua syaikh (Bukhori dan Muslim) akan tetapi bukan berarti hadits “al-‘amal” di sebabkan kejadian itu, dan saya tidak melihat ada jalur periwayatan yang jelas tentang hal itu (asbabul wurud bahwa hadits ini di sebabkan muhajir ummu qois. pent)”

  • Penjelasan hadits:
Hadits tentang niat ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran islam, Imam An-nawawi rohimahulloh berkata:” Kaum muslimin telah berijma’ akan keagungan kedudukan hadits ini dan banyaknya faidah-faidah serta keabsahannya.” Dan Imam Abdurrahman bin mahdi berkata:” Dianjurkan bagi yang menulis suatu kitab untuk hendak memulai dalam kitabnya dengan hadits ini sebagai peringatan bagi penuntut (ilmu) agar memperbaiki niatnya.”

Imam Ahmad rohimahulloh dan Imam syafi’i rohimahulloh berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Niat secara bahasa adalah maksud, Imam albaidowi rohimahulloh berkata: Niat adalah Keinginan hati terhadap apa yang dirasa cocok untuk mendapatkan manfaat dan menangkal mudhorot. Adapaun secara syara’ bahwa niat adalah keinginan kuat untuk melakukan ibadah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Alloh ta’ala.

Di dalam syari’at niat itu mempunyai dua pembahasan:
  1. Niat ikhlas dalam beramal hanya untuk Alloh ta’ala semata, dan tentang hal ini biasanya di bahas oleh ulama-ulama tauhid dan akhlak serta ulama-ulama tazkiyah (penysucian diri)
  2. Niat membedakan ibadah-ibadah antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, dan biasanya hal ini di bahas oleh ulama-ulama ahli fiqih.

Imam ibnu daqiq rohimahulloh berkata: “Kalimat { إِنَّمَا }berfungi sebagai (الحصر ) yaitu: pembatasan dan maksudnya ialah menetapkan hukum yang telah di sebutkan dan meniadakan hukum selainnya (yang tidak disebut).” Imam An-nawawi rohimahulloh berkata:” Jumhur ulama dari ahli bahasa dan ushul serta selain mereka berkata: lafadz { إِنَّمَا }berpungsi sebagai pembatasan yaitu menetapkan yang disebutkan dan meniadakan yang tidak disebutkan.” jadi maksud {إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ}yaitu: sah atau tidaknya amal perbuatan suatu ibadah itu tergantung pada niatnya, Imam An-nawawi rohimahulloh berkata:” Sesungguhnya amal perbuatan itu diberi pahala berdasarkan niat dan tidak akan diberi pahala jika (amal perbuatan tersebut tanpa niat.” Imam ibnu daqiq al-ied rohimahulloh mengatakan:” Yang di maksud dengan amal di sini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam.”

Selanjutnya {وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى}” Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” Mengandung konsekwensi bahwa barangsiapa yang berniat akan sesuatu tertentu niscaya ia akan mendapatkan apa-apa yang ia niatkan dan setiap apa-apa yang ia tidak niatkan berarti ia tidak mendapatkannya. Karenaya hadits ini merupakan tolok ukur amal perbuatan hati atau batin sedangkan tolok ukur amal perbuatan dzohir adalah hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (( مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ)).

Dari Aisyah rodhiallohu anha bahwa Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
((Barangsiapa berbuat dengan suatu amalan yang bukan termasuk ke dalam perkara agama kami maka ia tertolak)) (H.R.Bukhori dan Muslim)

dan hadits mulia ini sebagai tolok ukur amalan ibadah yang dzohir, oleh karenanya para ulama berkata:” Dua hadits ini telah mencakup seluruh perihal agama.”

Kemudian Rosululloh memberikan contoh realisasi hadits ini pada hijroh seseorang:
(( فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ))
“Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
Syaikh ibnu utaimin mendefinisikan hijroh yaitu: Berpindahnya seseorang dari negeri kafir menuju negeri islam, sedangkan Ibnu hajar al-asqolani mengartikannya dengan:”Meninggalkan apa-apa yang di larang oleh alloh ta’ala”. Kedua definisi ini tidaklah kontradiksi jika kita lihat macam-macam hijroh itu sendiri.
Pembagian macam-macam hijroh:
  1. Hijroh tempat: Yaitu dengan berpindah dari tempat yang banyak terdapat maksiat dan kefasiqan menuju tempat yang tidak ada hal tersebut, dan hijroh tempat yang paling agung adalah hijroh dari negri kafir menuju negri islam.
  2. Hijroh tingkah laku: Yaitu dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Alloh ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rosululloh alaihisolatu wassalah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ( اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نهَىَ اللهُ عَنْهُ )

Dari Abdulloh bin amer rahdiallohu ‘anhu, dari Nabi alaihisolatu wassalam bersabda:
” Seorang muslim adalah orang yang mampu menyelamatkan orang-orang muslim (yang lain) dengan lisannya dan tangannya sedangkan orang yang hijroh itu adalah orang yang bisa hijroh (pergi) dari apa-apa yang telah dilarang oleh Alloh.” (H.R. Bukhori no:6484 dan Muslim no:162 dan Ahmad no:6515)
3. Hiroh dari seseorang: Yaitu meninggalkan bergaul dengan seseorang, misalnya orang yang selalu berbuat kemaksiatan secara terang-terangan ataupun ahli bid’ah yang menaburkan syubhat-syubhat, menghajr ini di bolehkan jika ada faidah dan manfaat namun jika sebaliknya ataupun malah menambah permasalahan maka tidak perlu di lakukan, maka cara menghajrnya dengan tetap mengamalkan kebenaran di hadapannya. Adapun orang kafir maka mereka harus di hajr baik ada faidah ataupun tidak ada faidah kecuali mendakwahinya.

Kejadian hijroh dalam islam bisa digolongkan sebagai berikut:
  1. Hijroh ke habasyah (ethiopia) saat orang-orang kafir menyakiti para shohabat.
  2. Hijroh dari mekah ke madinah
  3. Hijroh para qobilah (seperti suku) kepada Rosululloh alaihisolatu wasalam untuk belajar tentang islam dan kembali menuju kaumnya mengajarkan ilmu-ilmu tersebut.
  4. Hijroh dari hal-hal yang telah diharomkan oleh Alloh ta’ala.

Pelajaran yang terdapat dalam Hadits:
  1. Niat merupakan syarat diterima atau tidaknya amal ibadah dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Alloh ta’ala).
  2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati dan bukan di lafadzkan karena hal itu merupakan perbuatan bid’ah.
  3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Alloh ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
  4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
  5. Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Alloh maka dia akan bernilai ibadah.
  6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
  7. Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
  8. Wajib memperhatikan kebeningan hati dari dosa-dosa dan maksiat serta menghindari riya ataupun mengharapkan pujian orang terhadapnya dan juga beramal karena mengharapkan kesengangan dunia belaka.

  • Mutiara ulama tentang niat ikhlas:
  1. Ya’qub rohimahulloh berkata: “ Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikan dirinya sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya.”
  2. As-sussy rohimahulloh berkata :” Ikhlas adalah tidak merasa telah berbuat ikhlas, barangsiapa masih menyaksikan keikhlasan dalam ikhlasnya maka keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan lagi.
  3. Ayyub rohimahulloh berkata :” Bagi para aktivis, mengikhlaskan niat jauh lebih sulit daripada melakukan aktivitas.”
  4. Sebagian ulama berkata :” Ikhlas sesaat berarti keselamatan abadi tetapi ikhlas itu sulit sekali.”
  5. Suhail rohimahulloh pernah ditanya tentang sesuatau yang paling berat bagi diri, ia menjawab :” Ikhlas.. sebab dengan ikhlas diri tidak mendapatkan bagian dari apa yang di kerjakan sama sekali.”
  6. Fudhail rohimahulloh berkata:” Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya’ sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik, adapun ikhlas adalah ketika Alloh ta’ala menyelamatkanmu dari keduanya.
  7. Umar bin khotob rodhiallohu anhu berkata:” Amal yang paling utama adalah melaksanakan kewajiban dari Alloh ta’ala, bersikap waro’ tehadap yang diharomkan-Nya dan meluruskan niat untuk mendapatkan pahala di sisi Alloh tala’a.”
  8. Sebagian salaf berkata.” Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niat dan betapa banyak pula amalan besar menjadi kecil karena niat pula.
  9. Yahya bin abu katsir rohimahulloh berkata:” Pelajarilah niat..! sesungguhnya niat itu lebih depat menyampaikan kepada tujuan daripada amal.”

Sumber : http://nurulilmi.com/maudhui/hadis/339-sesungguhnya-amal-tergantung-niat.html


Faidah-Faidah Hadits Setiap Amal Tergantung Niat

Segala puji bagi Allah ta’ala, Dzat yang Maha Suci dari apa yang disifatkan orang musyrik kepada-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Kawan mala mini, ijinkan saya berbagi sedikit ilmu dari apa yang saya dapatkan hari ini, dalam rangka nasehat menasehati dalam kebenaran. Adapun tema yang diangkat pada tulisan ini adalah faidah-faidah yang terdapat dalam hadits ke 1 dalam kitab arba’in an-nawawi,

Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya (mendapatkan pahala dan balasan hijrah). Barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia, atau untuk wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya itu itu kepada apa yang menjadi tujuannya." (HR Bukhari dan Muslim)


Kawan!, mengingat keterbatasan waktu dan kesibukan saya, hadits diatas tidak akan saya jelaskan maknanya secara mendetail pada tulisan ini, yang akan saya sampaikan hanya faidah-faidah penting[1] yang terdapat pada hadits ini, semoga bermanfaat bagi penulis dan juga kaum muslimin. Allahu waliyyut taufiq

  1. Hadits ini menunjukkan tidak sahnya sebuah amal ibadah yang dilakukan tanpa disertai niat
  2. Kadar pahala yang didapat seorang yang beramal bergantung pada benarnya niat
  3. Pada haditsi ini terdapat keteladanan Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam mengajar, dimana beliau membuat perumpamaan dari apa yang beliau katakan sebelumnya. Dengan harapan apa yang beliau sampaikan lebih mudah dicerna dan dipahami oleh para sahabat. Sehingga selayaknya bagi kiat meniru pengajaran beliau shalallahu alaihi wa salam dalam majelis ilmu atau tempat-tempat lainnya.
  4. Hadits ini menjelaskan pula keutamaan hijrah kepada Allah dan Rasul-nya.
  5. Sesungguhnya setiap insan akan diberi pahala, atau mendapat dosa dari apa yang dia lakukan bergantung pada niatnya. Jika niatnya benar sesuai apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat pahala, jika niatnya buruk maka baginya dosa. Semoga Allah melindungi kita dari buruknya niat
  6. Sesungguhnya amalan yang mubah bisa menjadi sarana untuk mendapatkan pahala manakala dilakukan dengan niat yang baik, semisal makan, pada asalnya makan adalah perkara yang mubah, tidak diberi pahala dan juga mendapat dosa orang yang melakukannya, akan tetapi jika makan diniatkan untuk menjaga kesehatan tubuh agar mampu melakukan amal ketaatn berupa sholat, maka makan dalam hal ini adalah amalan yang berpahala. Allahu a’lam
  7. Terkadang sebuah amalan merupakan sebab seseorang mendapatkan pahala, namun disaat yang lain merupakan sebab mendapatkan dosa. Missal seorang yang menuntut ilmu ikhlas karena Allah dalam rangka menghilangkan kebodohan dan beramal dengan ilmu, maka baginya pahala. Akan tetapi jika mencari ilmu untuk berbangga hati dengan ilmunya atau merendahkan orang awam, maka baginya dosa disebabkan buruknya niat
  8. Fungsi niat adalah membedakan antara amal ibadah satu dengan amal ibadah yang lainnya dan membedakan amal ibadah dengan adat kebiasaan.

Sekian apa yang bisa saya sampaikan. Segala kekurangan yang terdapat pada tulisan ini berasal dari saya pribadi dan juga godaan syaitan, adapun kebenaran berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Alhamdulillah aladzi bi ni’matihi tatimus shalihaat

Rahmat Ariza Putra

Sumber : http://surya-ramadhan.web.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6%3Afaidah-faidah-hadits-setiap-amal-tergantung-niat&catid=4%3Aartikel&Itemid=5


Amal tergantung Niat
“ Segala Amal tergantung dari Niat, dan setiap pekerjaan adalah seSuai dengan apa yang telah diniatkan sebelumnya…” –al Hadist

Sugesti berasal dari bahasa inggris yaitu suggest yang berarti menasehati, membayangkan, menyarankan, mempengaruhi. Auto sugesti secara bahasa dapat diartikan mempengaruhi diri sendiri.

Auto sugesti adalah kemampuan diri kita dalam memberi pengaruh terhadap diri untuk memiliki keyakinan kuat atas keputusan atau pilihan-pilihan yang kita ambil. Auto sugesti sangat dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar yang kita miliki. Umumnya kita mengenal dua macam pikiran. Yaitu “pikiran sadar” dan “pikiran bawah sadar”.

Pikiran bawah sadar yang kita miliki dapat menjadi mekanisme pencapaian kesuksesan maupun mekanisme kegagalan. Apabila kita mengangankan sesuatu dan optimis untuk melakukan proses pencapaiannya maka secara otomatis pikiran bawah sadar yang kita miliki menjadi mekanisme kesuksesan. Sebaliknya ketika apa yang kita inginkan dihantui kekhawatiran, pesimis dan was-was akan gagal maka secara otomatis pikiran bawah sadar kita akan berfungsi sebagai mekanisme kegagalan.

Pikiran bawah sadar dalam diri kita merupakan bagian terpenting dalam memberikan sugesti sukses maupun sugesti gagal. Sebagai ilustrasi yang akan membantu kita mendapatkan gambaran tentang pikiran bawah sadar;
“Sepotong besi baja tidak akan mampu menarik dan mengangkat sepotong jarumpun tanpa diberi daya magnet. Namun ketika baja tersebut diberikan daya magnet maka baja tersbut akan mampu menarik dan mengangkat besi lain yang beratnya beberapa kali lipat besi baja tersebut. Pikiran bawah sadar itulah daya magnet yang harus kita asah dan kita latih agar mampu memberikan suplai energi positip untuk pencapaian tujuan yang kita miliki.

Aktivitas yang pernah kita lakukan, pengalaman yang kita lalui, maupun pekerjaan kita adalah merupakan reaksi pikiran bawah sadar. Seorang pengendara motor akan tahu seberapa cepat dia menarik gas untuk melampui beberapa kendaraan didepannya, seorang sopir tahu lebih cepat arah jalan yang harus ia pilih untuk mencapai target tujuan sebelum mobilnya melalui jalan yang ada dalam pikirannya. Seorang pasien akan merasa nyaman jika dihadapkan pada dokter spesialis “manjur” pilihannya atas dasar informasi pihak lain dibanding jika berhadapan pada dokter yang sama tanpa informasi ke”manjuran” pada tahap sebelumnya.

Mekanisme bawah sadar sangat memberikan pengaruh pada sugesti-sugesti yang kita ambil, karena itulah apapun yang kita inginkan tanpa adanya keinginan kuat yang diiringi dengan prasangka positip kepada diri, kepada orang lain dan kepada Allah SWT maka keinginan itu hanya akan menjadi awal kekecewaan kita, karena setiap kegagalan pada dasarnya selalu diawali oleh gagalanya perencanaan. Gagal merencanakan berarti juga merencanakan kegagalan.

Sejauh mana anda mampu membayangkan apa yang anda inginkan maka sejauh itu pula anda mampu menerjemahkan dalam kenyataan. Apa yang anda bayangkan tentang kesuksesan maka seperti itulah pada kenyataannya sukses bagi anda. Yang jadi masalah adalah ketika anda tidak mampu menerjemahkan kesuksesan seperti apakah yang anda inginkan, maka kesuksesanpun hanyalah angan kosong.

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=406615151041


Arti Sebuah Niat
Fungsi niat dalam ibadah sangatlah penting. Karena itu setiap muslim harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, yaitu ikhlas untuk Allah semata.

Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :

الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

"Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Maka siapa yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tujukan/niatkan".

Hadits yang agung di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam beberapa tempat dari kitab shahihnya (hadits no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689, 6953) dan Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya (no. 1908).

Berkata Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali tentang hadits ini :
"Yahya bin Said Al Anshari bersendirian dalam meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dari `Alqamah bin Waqqash Al Laitsi, dari Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu. Dan tidak ada jalan lain yang shahih dari hadits ini kecuali jalan ini. Demikian yang dikatakan oleh Ali ibnul Madini dan selainnya”. Berkata Al Khaththabi : "Aku tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan ahli hadits dalam hal ini sementara hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat Abu Said Al Khudri dan selainnya”. Dan dikatakan: Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang banyak akan tetapi tidak ada satupun yang shahih dari jalan-jalan tersebut di sisi para huffadz (para penghafal hadits).

Kemudian setelah Yahya bin Said Al Anshari banyak sekali perawi yang meriwayatkan darinya, sampai dikatakan : Telah meriwayatkan dari Yahya Al Anshari lebih dari 200 perawi. Bahkan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 700 rawi, yang terkenal dari mereka di antaranya Malik, Ats Tsauri, Al Auza`i , Ibnul Mubarak, Al Laits bin Sa`ad, Hammad bin Zaid, Syu`bah, Ibnu `Uyainah dan selainnya. .

Ulama bersepakat menshahihkan hadits ini dan menerimanya dengan penerimaan yang baik dan mantap. Imam Bukhari membuka kitab Shahihnya dengan hadits ini dan menempatkannya seperti khutbah/mukaddimah bagi kitab beliau, sebagai isyarat bahwasanya setiap amalan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan wajah Allah maka amalan itu batil, tidak akan diperoleh buah/hasilnya di dunia terlebih lagi di akhirat. Karena itulah berkata Abdurrahman bin Mahdi: "Seandainya aku membuat bab-bab dalam sebuah kitab niscaya aku tempatkan pada setiap bab hadits Umar tentang amalan itu dengan niatnya”. Beliau juga mengatakan: "Siapa yang ingin menulis sebuah kitab maka hendaknya ia memulai dengan hadits innamal a'malu binniyah. (Jam`iul `Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 59-60. Muassasah Ar Risalah, cet. Ke-4, th. 1413 H/1993 M)

Hadits ini selain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga diriwayatkan oleh para imam yang lain. Dan komentar tentang hadits ini kami cukupkan dari menukil ucapan Ibnu Rajab Al Hambali di atas karena padanya ada kifayah (kecukupan).

Penjelasan Hadits

Dari hadits di atas kita pahami bahwasanya setiap orang akan memperoleh balasan amalan yang dia lakukan sesuai dengan niatnya. Dalam hal ini telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: "Setiap amalan yang dilakukan seseorang apakah berupa kebaikan ataupun kejelekan tergantung dengan niatnya. Apabila ia tujukan dengan perbuatan tersebut niatan/maksud yang baik maka ia mendapatkan kebaikan, sebaliknya bila maksudnya jelek maka ia mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan". Beliau juga mengatakan: "Hadits ini mencakup di dalamnya seluruh amalan, yakni setiap amalan harus disertai niat. Dan niat ini yang membedakan antara orang yang beramal karena ingin mendapatkan ridla Allah dan pahala di negeri akhirat dengan orang yang beramal karena ingin dunia apakah berupa harta, kemuliaan, pujian, sanjungan, pengagungan dan selainnya". (Makarimul Akhlaq, hal 26 dan 27)

Di sini kita bisa melihat arti pentingnya niat sebagai ruh amal, inti dan sendinya. Amal menjadi benar karena niat yang benar dan sebaliknya amal jadi rusak karena niat yang rusak.

Dinukilkan dari sebagian salaf ucapan mereka yang bermakna: "Siapa yang senang untuk disempurnakan amalan yang dilakukannya maka hendaklah ia membaikkan niatnya. Karena Allah ta`ala memberi pahala bagi seorang hamba apabila baik niatnya sampaipun satu suapan yang dia berikan (akan diberi pahala)".

Berkata Ibnul Mubarak rahimahullah: "Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi besar karena niat dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai kecil karena niatnya". (Jamiul Ulum wal Hikam, hal. 71)

Perlu diketahui bahwasanya suatu perkara yang sifatnya mubah bisa diberi pahala bagi pelakunya karena niat yang baik. Seperti orang yang makan dan minum dan ia niatkan perbuatan tersebut dalam rangka membantunya untuk taat kepada Allah dan bisa menegakkan ibadah kepada-Nya. Maka dia akan diberi pahala karena niatnya yang baik tersebut. Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan : "Perkara mubah pada diri orang-orang yang khusus dari kalangan muqarrabin (mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri kepada Allah) bisa berubah menjadi ketaatan dan qurubat (perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah) karena niat". (Madarijus Salikin 1/107)

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim (7/92) ketika menjelaskan hadits:
Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian (menggauli istri) ada sedekah.
Beliau menyatakan: "Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan bahwasanya perkara-perkara mubah bisa menjadi amalan ketaatan dengan niat yang baik. Jima’ (bersetubuh) dengan istri bisa bernilai ibadah apabila seseorang meniatkan untuk menunaikan hak istri dan bergaul dengan cara yang baik terhadapnya sesuai dengan apa yang Allah perintahkan, atau ia bertujuan untuk mendapatkan anak yang shalih, atau untuk menjaga kehormatan dirinya atau kehormatan istrinya dan untuk mencegah keduanya dari melihat perkara yang haram, atau berfikir kepada perkara haram atau berkeinginan melakukannya dan selainnya dari tujuan-tujuan yang tidak baik".(Syarh Muslim 3/44)

Meluruskan Niat
Seorang hamba harus terus berupaya memperbaiki niatnya dan meluruskannya agar apa yang dia lakukan dapat berbuah kebaikan. Dan perbaikan niat ini perlu mujahadah (kesungguh-sungguhan dengan mencurahkan segala daya upaya). Karena sulitnya meluruskan niat ini sampai-sampai Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata : "Tidak ada suatu perkara yang paling berat bagiku untuk aku obati daripada meluruskan niatku, karena niat itu bisa berubah-ubah terhadapku". (Hilyatul Auliya 7/5 dan 62)

Dan niat itu harus ditujukan semata untuk Allah, ikhlas karena mengharapkan wajah-Nya yang Mulia. Ibadah tanpa keikhlasan niat maka tertolak sebagaimana bila ibadah itu tidak mencocoki tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Allah ta`ala berfirman tentang ikhlas dalam ibadah ini :

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama bagi-Nya. (Al Bayyinah : 5)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu` Fatawa (10/49) : "Mengikhlaskan agama untuk Allah adalah pokok ajaran agama ini yang Allah tidak menerima selainnya. Dengan ajaran agama inilah Allah mengutus rasul yang pertama sampai rasul yang akhir, yang karenanya Allah menurunkan seluruh kitab. Ikhlas dalam agama merupakan perkara yang disepakati oleh para imam ahlul iman. Dan ia merupakan inti dari dakwah para nabi dan poros Al Qur'an".

Yang perlu diingat bahwasanya niat itu tempatnya di hati sehingga tidak boleh dilafazkan dengan lisan. Bahkan termasuk perbuatan bid``ah bila niat itu dilafazkan.

Pelajaran Yang Dipetik dari Hadits Ini
1. Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati.
2. Wajib bagi seorang muslim mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau sunnah. Karena di dalam hadits ditunjukkan bahwasanya amalan itu bisa tertolak apabila luput darinya niatan yang disyariatkan.
3. Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila ingin puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau yang lainnya.
4. Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau maksiat.
5. Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu diingat niat yang baik tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi ma'ruf (kebaikan), dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.
6. Wajibnya berhati-hati dari riya, sum`ah (beramal karena ingin didengar orang lain) dan tujuan dunia yang lainnya karena perkara tersebut merusakkan ibadah kepada Allah ta`ala.
7. Hijrah (berpindah) dari negeri kafir ke negeri Islam memiliki keutamaan yang besar dan merupakan ibadah bila diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya.

Sumber : http://ittibausalafpress.blogspot.com/2010/04/pentingnya-niat-ikhlas-dalam-setiap.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar ke PayPal dan mulai terima pembayaran kartu kredit secara instan.
Bookmark and Share
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)